Beberapa Permasalahan Dalam Pemahaman Pancasila
Beberapa Permasalahan Dalam Pemahaman Pancasila
Dengan segala keterbatasan, Pergerakan Kebangsaan sejak enam tahun yang lalu telah melakukan Gerakan Pembasisan Pancasila. Sebelumnya, terkait dengan Pancasila ini-pun sudah sering dibicarakan dalam Sanggar Kebangsaan. Saat melakukan Pembasisan Pancasila, ada beberapa catatan yang sempat ditemukan di lapangan, terutama dalam masalah pemahaman Pancasila. Paling tidak ada tiga hal pokok, yaitu:
1. Terlalu sering dijumpai Pancasila dihayati sebagai moral individu. Kita memang bisa menunjuk masa Orde Baru dengan P4-nya yang mempunyai kontribusi besar mengapa hal ini menjadi begitu “mewabah”, tapi saat ini yang akan lebih dilihat adalah ‘anatomi’ permasalahannya. Bukannya dilarang menjadikan Pancasila sebagai moral individu, tetapi harus diingat bahwa Pancasila bukan pertama-tama untuk mengatur perilaku individu, tetapi negara. Pancasila sebagai yang mengatur perilaku negara, sebagai dasar negara, hanya bisa dipahami jika pemaknaan Pancasila tidak dilepas dari Pembukaan UUD 1945. Bahkan teks-nya pun secara eksplisit sudah menunjukkan bahwa Pancasila adalah dasar negara, yang mengatur perilaku negara, yang menjadi moral-nya negara. Inilah permasalah utama dalam pemahaman Pancasila yang sering ditemukan dalam Pembasisan Pancasila, yaitu Pancasila dipahami lepas dari bingkai Pembukaan UUD 1945. Ketika Pancasila dipahami lepas dari Pembukaan UUD 1945, maka nilai-nilai Pancasila memang kemudian menjadi begitu mudah dipahami sebagai moral individu. Bahkan jika kita tawarkan ke bangsa-bangsa lain, merekapun akan sulit mengatakan bahwa nilai-nilai yang ada dalam Pancasila itu adalah buruk. Sebagaian besar manusia di bumi ini akan sepakat tentang Ketuhanan, tentang kemanusiaan, pentingnya persatuan, musyawarah, dan apalagi keadilan sosial. Tetapi apakah mereka kemudian akan setuju jika kelima-limanya itu sebagai dasar negara mereka? Seperti dikatakan di atas, tidak dilarang jika Pancasila ada yang mau menjadikannya sebagai moral individu, tapi, sekali lagi, bukan untuk itu pertama-tama Pancasila disepakati. Moral individu bisa dibangun melalui ajaran atau tuntunan agamanya masing-masing, adat-istiadat, tradisi setempat dan sebagainya. Tetapi jika menyangkut perilaku negara, maka Pancasila adalah dasarnya.
2. Masalah yang kedua adalah, terlalu sering memahami Pancasila lepas dari konteks realitas yang berkembang. Pertanyaan dalam situasi yang sekarang ini, Pancasila mau apa kadang lolos dalam upaya memahami Pancasila. Pemahaman Pancasila yang lepas dari konteks realitas yang ada ini sadar atau tidak akan semakin meminggirkan Pancasila dalam kancah pergulatan bangsa menghadap problematika riil yang ada, dan ini-pun perlahan tapi akan berakibat kita menjadi semakin asing dengan Pancasila. Dan tentunya, potensi semakin akrab dengan ideologi lain-pun semakin besar.
3. Yang ketiga adalah, semakin sering kita melihat upaya memahami Pancasila lepas dari manusia-manusia yang mendukungnya. Di balik ini sebenarnya ada pesan bahwa: Pancasila itu masih dan tetap harus diperjuangkan. Di tangan rakyat, Pancasila harus diperjuangkan dengan mengembangkannya sebagai ideologi kritis, sebagai ideologi yang akan menge-cek ideologi yang dilaksanakan oleh pemerintah dan siapa saja yang masuk dalam ranah negara.
Ketiga masalah di atas sebenarnya tidak lepas dari sifat dasar sebuah ideologi, yaitu ia memerlukan interpretasi, retorika dan etika. (lihat posting 22/4/2011: Ideologi dan manusia - manusia yang menghidupinya). *** (20/5/2011)
PERANAN PANCASILA DALAM MENGHADAPI PERMASALAHAN AKTUAL
Rohmat Dipo
Abstract
Pancasila sebagai dasar Negara, pedoman dan tolok ukur kehidupan berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia. Tidak lain dengan kehidupan berpolitik, etika politik Indonesia tertanam dalam jiwa Pancasila. Proses pengambilan keputusan suatu kebijakan politik mapun yang lainnya haruslah dijiwai oleh nilai - nilai Pancasila. Pancasila mempunyai definisi yang sangat fundamental, yaitu dasar falsafah Negara Indonesia sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945. oleh karena itu, setiap warga Negara Indonesia harus mempelajari, mendalami, menghayati, dan mengamalkannya dalam segala bidang kehidupan.Fungsi Pancasila sebagai etika politik Indonesia semakin minim aplikasi. Hal ini terbukti karena ternyata berbagai pengambilan keputusan politik Indonesia semakin menghimpit golongan minoritas. Cita-cita bangsa yang tertanam dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 yang kemudian dijabarkan dalam pasal-pasal UUD 1945, yang menghendaki rakyat yang adil dan makmur sudah terancam dengan munculnya kasus – kasus korupsi, meskipun tidak secaralangsung ke pubik.
Dengan segala keterbatasan, Pergerakan Kebangsaan sejak enam tahun yang lalu telah melakukan Gerakan Pembasisan Pancasila. Sebelumnya, terkait dengan Pancasila ini-pun sudah sering dibicarakan dalam Sanggar Kebangsaan. Saat melakukan Pembasisan Pancasila, ada beberapa catatan yang sempat ditemukan di lapangan, terutama dalam masalah pemahaman Pancasila. Paling tidak ada tiga hal pokok, yaitu:
1. Terlalu sering dijumpai Pancasila dihayati sebagai moral individu. Kita memang bisa menunjuk masa Orde Baru dengan P4-nya yang mempunyai kontribusi besar mengapa hal ini menjadi begitu “mewabah”, tapi saat ini yang akan lebih dilihat adalah ‘anatomi’ permasalahannya. Bukannya dilarang menjadikan Pancasila sebagai moral individu, tetapi harus diingat bahwa Pancasila bukan pertama-tama untuk mengatur perilaku individu, tetapi negara. Pancasila sebagai yang mengatur perilaku negara, sebagai dasar negara, hanya bisa dipahami jika pemaknaan Pancasila tidak dilepas dari Pembukaan UUD 1945. Bahkan teks-nya pun secara eksplisit sudah menunjukkan bahwa Pancasila adalah dasar negara, yang mengatur perilaku negara, yang menjadi moral-nya negara. Inilah permasalah utama dalam pemahaman Pancasila yang sering ditemukan dalam Pembasisan Pancasila, yaitu Pancasila dipahami lepas dari bingkai Pembukaan UUD 1945. Ketika Pancasila dipahami lepas dari Pembukaan UUD 1945, maka nilai-nilai Pancasila memang kemudian menjadi begitu mudah dipahami sebagai moral individu. Bahkan jika kita tawarkan ke bangsa-bangsa lain, merekapun akan sulit mengatakan bahwa nilai-nilai yang ada dalam Pancasila itu adalah buruk. Sebagaian besar manusia di bumi ini akan sepakat tentang Ketuhanan, tentang kemanusiaan, pentingnya persatuan, musyawarah, dan apalagi keadilan sosial. Tetapi apakah mereka kemudian akan setuju jika kelima-limanya itu sebagai dasar negara mereka? Seperti dikatakan di atas, tidak dilarang jika Pancasila ada yang mau menjadikannya sebagai moral individu, tapi, sekali lagi, bukan untuk itu pertama-tama Pancasila disepakati. Moral individu bisa dibangun melalui ajaran atau tuntunan agamanya masing-masing, adat-istiadat, tradisi setempat dan sebagainya. Tetapi jika menyangkut perilaku negara, maka Pancasila adalah dasarnya.
2. Masalah yang kedua adalah, terlalu sering memahami Pancasila lepas dari konteks realitas yang berkembang. Pertanyaan dalam situasi yang sekarang ini, Pancasila mau apa kadang lolos dalam upaya memahami Pancasila. Pemahaman Pancasila yang lepas dari konteks realitas yang ada ini sadar atau tidak akan semakin meminggirkan Pancasila dalam kancah pergulatan bangsa menghadap problematika riil yang ada, dan ini-pun perlahan tapi akan berakibat kita menjadi semakin asing dengan Pancasila. Dan tentunya, potensi semakin akrab dengan ideologi lain-pun semakin besar.
3. Yang ketiga adalah, semakin sering kita melihat upaya memahami Pancasila lepas dari manusia-manusia yang mendukungnya. Di balik ini sebenarnya ada pesan bahwa: Pancasila itu masih dan tetap harus diperjuangkan. Di tangan rakyat, Pancasila harus diperjuangkan dengan mengembangkannya sebagai ideologi kritis, sebagai ideologi yang akan menge-cek ideologi yang dilaksanakan oleh pemerintah dan siapa saja yang masuk dalam ranah negara.
Ketiga masalah di atas sebenarnya tidak lepas dari sifat dasar sebuah ideologi, yaitu ia memerlukan interpretasi, retorika dan etika. (lihat posting 22/4/2011: Ideologi dan manusia - manusia yang menghidupinya). *** (20/5/2011)
PERANAN PANCASILA DALAM MENGHADAPI PERMASALAHAN AKTUAL
Rohmat Dipo
Abstract
Pancasila sebagai dasar Negara, pedoman dan tolok ukur kehidupan berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia. Tidak lain dengan kehidupan berpolitik, etika politik Indonesia tertanam dalam jiwa Pancasila. Proses pengambilan keputusan suatu kebijakan politik mapun yang lainnya haruslah dijiwai oleh nilai - nilai Pancasila. Pancasila mempunyai definisi yang sangat fundamental, yaitu dasar falsafah Negara Indonesia sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945. oleh karena itu, setiap warga Negara Indonesia harus mempelajari, mendalami, menghayati, dan mengamalkannya dalam segala bidang kehidupan.Fungsi Pancasila sebagai etika politik Indonesia semakin minim aplikasi. Hal ini terbukti karena ternyata berbagai pengambilan keputusan politik Indonesia semakin menghimpit golongan minoritas. Cita-cita bangsa yang tertanam dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 yang kemudian dijabarkan dalam pasal-pasal UUD 1945, yang menghendaki rakyat yang adil dan makmur sudah terancam dengan munculnya kasus – kasus korupsi, meskipun tidak secaralangsung ke pubik.
Comments
Post a Comment